Mengapa (The Why): Faktor Penggerak TIK dalam Pertanian

Lima tren utama yang menjadi kunci penggerak dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di bidang pertanian, terutama untuk petani kecil adalah: (1) biaya rendah dan sebaran konektivitas, (2) alat yang dapat disesuaikan dan terjangkau, (3) kemajuan dalam penyimpanan dan pertukaran data, (4) model bisnis dan kemitraan yang inovatif, dan (5) demokratisasi informasi, termasuk gerakan akses terbuka (open access) dan media sosial.

Faktor-faktor penggerak ini diharapkan dapat terus membentuk prospek penggunaan TIK secara efektif dalam mengembangkan pertanian daerah.

1. Biaya Rendah dan Sebaran Konektivitas

Sebaran Konektivitas – ke ponsel, internet, dan perangkat nirkabel lainnya – disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk penurunan biaya, meningkatnya persaingan, dan perluasan infrastruktur terluar (last mile infrastructure). Hal-hal tersebut membuat perangkat dan layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih terjangkau dengan cara yang juga memperluas akses ke petani skala kecil.

Ponsel berada di garda depan TIK pertanian. Pada akhir tahun 2011, lebih dari 6 miliar pelanggan ponsel – atau lebih tepatnya, kartu modul identitas pelanggan (SIM – Subscriber Identity Module card) diharapkan dapat digunakan di seluruh dunia (Wireless Intelligence 2011). Penetrasi telepon seluler di negara berkembang rata-ratanya sekarang melebihi dua pelanggan pada setiap tiga orang, didorong oleh perluasan jaringan di Asia dan Afrika.

Persentase Populasi Dunia yang Tercakup oleh Sinyal Ponsel 2003 dan 2009
Persentase Populasi Dunia yang Tercakup oleh Sinyal Ponsel

Kemampuan untuk membeli ponsel murah didukung dengan perluasan infrastruktur telekomunikasi. Banyak negara saat ini memiliki lebih dari 90 persen populasi yang dilayani sinyal telepon seluler, cakupannya termasuk di daerah pedesaan. Ekspansi yang cepat ini menghasilkan regulasi yang memungkinkan persaingan di sektor telekomunikasi dan tingginya permintaan berlangganan telepon seluler.

Jangkauan jaringan dan terjangkaunya harga berlangganan internet broadband juga meningkat secara dramatis-meski agak lamban-di daerah berkembang. Pada tahun 2010, jumlah pengguna internet melampaui 2 miliar orang dan separuh pengguna ini berada di negara berkembang. Konektivitas internet di seluruh dunia telah berkembang secara eksponensial sejak tahun 2000, lebih dari 480 persen (Internet World Statistics, 2011). Harga bandwidth juga terus turun, sehingga menurunkan biaya untuk memperluas koneksi ke wilayah terisolasi.

Di sub-Sahara Afrika, yang tertinggal dalam akses Teknologi Informasi dan Komunikasi , lonjakan investasi di kabel bawah laut internasional dan infrastruktur pedalaman terluar untuk menyelesaikan koneksi tersebut membuat layanan TIK secara substansial lebih mudah diakses dan terjangkau di seluruh Afrika. Pada tahun 2010 12,3 terabit per detik (Tbps) kapasitas tulang punggung (backbone) beroperasi di Afrika, naik pesat dari sebelumnya kurang dari 1 gigabit per detik (Gbps) pada awal dekade ini (TeleGeography 2011).

Kabel bawah laut Afrika (2010). Sudah berfungsi dan sedang dikembangkan.
Kabel bawah laut Afrika. Sudah berfungsi dan sedang dikembangkan.

Telecenter atau fasilitas telekomunikasi berbasis komunitas lainnya dapat menyediakan akses internet di lokasi di mana broadband terlalu mahal bagi pengguna individu. Akses internet juga diharapkan meningkat melalui peluncuran lanjutan jaringan seluler generasi ketiga dan keempat (3G dan 4G) yang meningkatkan kapasitas untuk mengangkut data.

Smartphone, seperti BlackBerry atau iPhone, yang mencakup layanan mobile 3G dan 4G dengan koneksi internet jarak jauh, akan meningkatkan akses terhadap informasi bahkan kepada petani miskin. International Telecommunication Union (2010) melaporkan bahwa pada akhir tahun 2010, 143 negara menawarkan layanan 3G komersial, menyediakan bandwidth 256 kilobit per detik (Kbps) dan menyampaikan suara dan data secara bersamaan, dan alat TIK lainnya.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Global dari 2000-2010
Perkembangan TIK Global dari 2000-2010

2. Alat yang Dapat Disesuaikan dan Lebih Terjangkau

Semakin berkembangnya teknologi dan perangkat yang mudah disesuaikan dan terjangkau juga meningkatkan relevansi Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan pertanian skala kecil. Inovasi telah terus mengurangi harga telepon, laptop, instrumen, dan perangkat lunak khusus. Inovasi pertanian di negara maju semakin sesuai dengan kebutuhan negara berkembang. Desain intuitif dari kebanyakan teknologi yang tersedia dan kemampuannya untuk menyampaikan informasi secara audio dan visual membuatnya berguna bagi orang-orang yang kurang pendidikan formal atau paparan teknologinya.

Aplikasi berbasis mobile juga menjadi lebih sesuai untuk masyarakat miskin dan terisolasi, terutama lewat fitur ponsel. Dengan memanfaatkan teknologi yang sederhana dan terjangkau seperti SMS, penyedia layanan dapat menawarkan mobile banking, layanan transaksional lain (misalnya, penjualan input pertanian), dan layanan informasi (notifikasi harga pasar). Layanan lainnya yang disediakan oleh sektor publik dan swasta seperti penyuluhan pertanian dan konsultasi dapat disampaikan melalui telepon genggam, yang telah berkembang tidak hanya sebagai “telepon” namun perangkat nirkabel multifungsi.

Informasi geospasial menjadi lebih mudah diakses dan digunakan sebagai alat pemetaan, seperti Microsoft Earth atau Google Maps, memberikan informasi geografis ke pengguna awam (non-spesialis). Para peneliti dan organisasi pembangunan telah menciptakan set data referensi geografis tentang populasi, kemiskinan, transportasi, dan barang serta variabel publik lain melalui sistem informasi geografis yang terjangkau dan tersedia pada komputer PC standar serta perangkat bergerak yang menggunakan alat berbasis web.

Peta Google Kampala, Uganda
Peta Google Kampala, Uganda

Citra satelit dan representasi yang serupa telah meningkat secara eksponensial kualitas dan detail ketajamannya. Alat dan sensor jarak jauh ini menggunakan lebih sedikit daya listrik dan operasionalitas oleh manusia daripada tahun-tahun sebelumnya.

Kemampuan untuk merangkapkan data geo-spasial dengan data lainnya seperti data iklim dan sosio-ekonomi, membuka banyak opsi; untuk menganalisis tren biofisik (seperti erosi atau pergerakan penyakit), membuat proyeksi (misalnya tentang dampak perubahan iklim, atau lokasi terbaik untuk membangun pasar grosir sehubungan dengan infrastruktur transportasi), dan memilih kelompok tertentu untuk menguji teknologi atau praktik pertanian baru (misalnya, mengidentifikasi petani yang paling mungkin mendapat manfaat dari penggunaan e-voucher untuk pembelian pupuk).

3. Kemajuan dalam Penyimpanan dan Pertukaran Data

Dengan sangat meningkatnya kapasitas penyimpanan data dan kemampuan untuk mengakses data dari jarak jauh serta membagikannya dengan mudah telah meningkatkan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di bidang pertanian. Berbagi pengetahuan dan pertukaran data telah menciptakan peluang untuk melibatkan lebih banyak pihak yang berkepentingan dalam penelitian pertanian yang difasilitasi oleh suatu lingkungan e-learning dan kapasitas jaringan yang ditingkatkan.

Kemajuan dalam menyimpan dan berbagi data telah meningkatkan kemampuan bertukar informasi – misalnya, antara departemen dengan berbagai tingkat pemerintahan – dan menghilangkan biaya terkait ongkos pengiriman data.

Perkembangan dalam menyimpan dan berbagi data memiliki berbagai sebab. Kapasitas hard drive dan kecepatan mikroprosesor terus meningkat, secara dramatis menurunkan biaya penyimpanan data. Komputasi awan (cloud computing) menawarkan akses ke berbagai sumber daya komputasi bersama melalui internet, termasuk alat, aplikasi, dan konten data yang terhubung secara cerdas.

Kemajuan ini mengatasi keterbatasan informasi dan komunikasi lembaga penelitian, kantor pemerintah, koperasi, dan organisasi pertanian. Manfaat peningkatan kapasitas data ini misalnya terkait sasaran program pertanian yang lebih akurat hingga persiapan yang lebih baik untuk menangani surplus atau sebaliknya, kelangkaan komoditas di tingkat petani.

4. Model Bisnis Baru dan Kemitraan Publik-Swasta

Perkembangan dan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) awalnya berasal dari sektor publik namun dengan cepat didominasi oleh sektor swasta ketika potensi keuntungannya sangat jelas. Sektor publik memelihara ketertarikan besar pada Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai sarana untuk menyediakan layanan masyarakat yang lebih baik yang terkait agro-kompleks (misalnya registrasi lahan, pengelolaan hutan, dan penyuluhan), serta untuk menghubungkan warga masyarakatnya dan pengelolaan urusan internal.

Keterlibatan sektor swasta telah meningkatkan akses, keterjangkauan, dan kemampuan adaptasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembangunan. Tidak seperti strategi pembangunan lainnya, yang sering berjuang untuk sekedar bertahan atau dibuat menjadi skala kecil karena sektor publik tidak dapat mendanai, strategi pengembangan yang mencakup TIK telah diuntungkan oleh meningkatnya minat swasta dan permintaan publik.

Sifat entrepreneurial ​​TIK menarik kemitraan dan bentuk investasi baru. Aplikasi ponsel, desain perangkat lunak, penyesuaian bahasa lokal, dan layanan transaksi jarak jauh hanya mengungkapkan sebagian kecil peluang untuk inovasi lanjutan. Perusahaan swasta yang telah berinvestasi di bidang teknologi dan aplikasi sering tertarik untuk bekerja sama dengan sektor publik untuk menyediakan produk dan layanan mereka kepada petani kecil.

Operator jaringan seluler, misalnya, dapat berinvestasi dengan menyediakan paket SMS besar dengan harga lebih murah, mengumpulkan premi pembayaran, mendistribusikan pembayaran, atau berpartisipasi dalam memperluas jaringan ke daerah pedesaan.

Perusahaan komersial seperti pengolahan, pemasok input, dan eksportir juga termotivasi untuk berinvestasi di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi karena investasi TIK sering berdampak langsung terhadap peningkatan efisiensi dan pendapatan, serta memperluas basis klien; seperti petani yang sebelumnya terisolasi.

Bentuk baru inkubasi bisnis dan menjadi perantara pengetahuan juga berkontribusi terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi di bidang pertanian. Sektor swasta memiliki minat untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang muncul dari skema inkubasi semacam itu, spekulasi atas gagasan inovatif untuk berkembang menjadi perusahaan yang sangat menguntungkan.

Inkubator bisnis mengidentifikasi investor dan mitra lain yang sesuai, termasuk pakar teknis. Dalam banyak kasus, inkubator bisnis mengembangkan perusahaan di mana penyedia layanan pertanian swasta dan publik berkolaborasi untuk mengantarkan produk mereka secara lebih efisien kepada petani. Dalam mengembangkan, berbagi, dan memanfaatkan inovasi untuk membangun pertanian, mereka yang terlibat hampir selalu menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan sering mengembangkan tool TIK baru.

Menjadi perantara pengetahuan, di mana perusahaan swasta menyediakan informasi dengan biaya tertentu (misalnya, petani memperoleh informasi pasar, harga, panen, dan cuaca melalui telepon genggam mereka), juga mendapatkan daya tarik. Model bisnis ini mengurangi beban pemerintah sekaligus perantara dan petani mendapat keuntungan dari berbagi informasi.

5. Demokratisasi Informasi, Gerakan Akses Terbuka, dan Media Sosial

Demokratisasi informasi dan sains yang difasilitasi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi juga berkontribusi terhadap pertanian dan pembangunan pedesaan secara lebih luas. Sebagian besar informasi yang sebelumnya hanya dimiliki oleh institusi dan individu menjadi mudah didapat, dapat diakses publik, dan dapat digunakan kembali melalui gerakan akses terbuka.

Banyak pemerintah dan organisasi besar seperti Bank Dunia, FAO, Consultative Group on International Agricultural Research sedang berupaya untuk membuat data – seperti survei atau hasil penelitian – tersedia untuk umum. Aksi ini tidak hanya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun juga mengundang sektor publik, swasta, dan peneliti untuk berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan ekonomi dan sosial jangka panjang, termasuk masalah pertanian.

Perluasan perangkat lunak sumber terbuka (open source) juga memungkinkan organisasi masyarakat akar rumput untuk berbagi pengetahuan satu sama lain. Media sosial, yang dulu digunakan semata-mata untuk hiburan, memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagi pengetahuan dan kolaborasi termasuk di agro-kompleks.

Meskipun penetrasi media sosial dianggap yang paling populer, Facebook, diperkirakan hanya 3 persen penggunanya di Afrika dan hampir 4 persen di Asia pada tahun 2010, dibandingkan dengan 10,3 persen (lebih dari setengah miliar pengguna) secara global (Internet World Statistics, 2011). Berbagai peristiwa geo-politis baru-baru ini menyoroti efektivitas media sosial untuk berbagi informasi dan memotivasi aksi bersama – dua kunci utama pembangunan pertanian.

Terakhir, crowd-sourcing, di mana ilmuwan, pemerintah, dan organisasi meminta umpan balik dari petani dan konsumen melalui perangkat seperti telepon genggam, kemudian memfasilitasi pengembangan pertanian. Petani dapat menggunakan SMS untuk mengirim informasi pertanian lokal yang penting seperti serangan hama atau hasil panen, yang sebelumnya sulit didapat tanpa survei yang mahal. Dengan menggunakan alat digital yang tersedia, konsumen juga dapat menghasilkan informasi terkait perubahan pola konsumsi dan selera kepada pihak swasta.