Membuat TIK Terjangkau Di Pedesaan (Catatan Topik 2.1)

Tren dan Isu

“Konvergensi fixed-mobile” adalah konektivitas yang semakin mulus antara jaringan, perangkat, dan aplikasi kabel serta nirkabel, yang memungkinkan pengguna mengirim dan menerima data terlepas dari perangkat dan lokasi. Konvergensi adalah hasil konversi format konten (teks, gambar, audio, video), perangkat untuk membuat dan mengkomunikasikan konten ini, dan infrastruktur telekomunikasi ke standar digital.

Konvergensi perangkat memungkinkan perangkat untuk mendukung fungsi yang berbeda dan teknologi akses jaringan yang berbeda. Konvergensi layanan berarti bahwa pengguna akhir dapat menerima layanan yang sebanding melalui perangkat dan teknologi yang berbeda untuk mengakses jaringan. Konvergensi jaringan berarti jaringan tunggal mampu membawa format suara dan data dan dapat mendukung akses oleh teknologi yang berbeda.

Konvergensi (seperti namanya) mengaburkan perbedaan antara domain penyedia layanan Internet, perusahaan media televisi kabel, perusahaan telekomunikasi fixed-line, dan operator jaringan telepon seluler (gambar 2.4)*. Dengan mengingat konteks ini, diskusi berikut ini akan membahas bagaimana tren teknologi di bidang infrastruktur, peralatan, dan layanan dapat mempengaruhi penyampaian Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terjangkau di negara-negara berkembang.

* Penawaran yang mencakup tiga dari keempat layanan ini dikenal sebagai penawaran “triple play“. (Sunderland 2007) merujuk pada penawaran seperti itu di Cape Verde dan Karibia.

Infrastruktur TIK Pedesaan

Apa saja opsi kabel dan nirkabel terkini untuk memperbaiki backbone domestik dan konektivitas “last mile“? Sebagaimana diketahui, infrastruktur telekomunikasi kabel cenderung menjangkau daerah pedesaan setelah adanya infrastruktur akses pedesaan yang lebih mendasar seperti jalan dan listrik serta perluasan layanan publik seperti pendidikan. Lag antara kedatangan infrastruktur pelengkap dan layanan publik dan pembentukan infrastruktur TIK kabel di daerah pedesaan bisa saja dimaklumi, namun pengenalan infrastruktur nirkabel terutama mobile, tidak terikat oleh adanya jalan atau akses ke jaringan listrik.

Pembangunan infrastruktur pedesaan perlu dipertimbangkan mengingat berbagai peluang yang ditawarkan oleh teknologi kabel dan nirkabel dan konvergensi fixed-mobile yang terjadi di seluruh sektor TIK. Sunderland (2007) mencatat bahwa konvergensi fixed-mobile berbeda di negara maju dan berkembang, di mana teledensitas fixed-line rendah. Akibatnya, konvergensi di negara-negara berkembang sangat bergantung pada konvergensi dalam penyediaan layanan akses Internet dan suara melalui jaringan nirkabel. Misalnya, di pedesaan Afrika dimana teledensitas jaringan tetap rendah dan penggelarannya bisa menjadi sangat mahal, konvergensi fixed-mobile memungkinkan penggunaan infrastruktur “last mile” nirkabel, sementara lalu lintas backhaul utama dibawa melalui kabel serat optik tetap karena kapasitasnya yang tinggi. Di negara-negara pulau kecil berkembang, konvergensi fixed-mobile dimungkinkan dengan konektivitas internasional melalui satelit daripada kabel bawah laut.

Jaringan telekomunikasi terdiri dari hierarki tautan yang menghubungkan pengguna di “tepi” jaringan ke “inti” jaringan, yang juga disebut “tulang punggung (backbone)” (tautan berkapasitas tinggi di antara switch jaringan). Porsi backhaul jaringan adalah pada tautan antara sub-network di sisi pengguna dan jaringan inti.

Konvergensi Telekomunikasi, IT, dan Industri media
Gambar 2.4: Konvergensi Telekomunikasi, IT, dan Industri media

Dalam mempertimbangkan bagaimana cara terbaik untuk mengembangkan infrastruktur telekomunikasi yang terjangkau di negara-negara berkembang, ketiga segmen konektivitas jaringan perlu diperhitungkan: (1) konektivitas internasional dan domestik yang membentuk kapasitas tulang punggung jaringan, (2) konektivitas backhaul domestik yang memungkinkan link antara, dan (3) koneksi loop lokal atau “mil terakhir” yang melayani akses pengguna akhir di tepi jaringan. (Masing-masing segmen jaringan ini dibahas secara lebih rinci dalam “Backbone domestik dan konektivitas backhaul pedesaan” serta konektivitas “loop-lokal atau ‘last mile’.“) Perluasan konektivitas backhaul dan penyediaan konektivitas “last mile” menimbulkan tantangan khusus dalam rangka memperluas TIK ke daerah pedesaan dengan cara yang terjangkau (kotak 2.3).

Infrastruktur nirkabel mungkin merupakan pilihan ekonomis, namun memiliki batasan biaya tertentu. Buys et al. (2009) menunjukkan bahwa probabilitas kehadiran BTS menara mobile berkorelasi positif dengan permintaan potensial (kepadatan penduduk, pendapatan per kapita), dan juga ketiadaan faktor yang meningkatkan pengeluaran operasional dan belanja modal, seperti ketinggian, kecuraman, kekurangan akses jalan yang bisa digunakan pada semua cuaca, pasokan listrik yang tidak dapat diandalkan, dan bahkan ketidakamanan. (Lihat RPI “Berbagi Infrastruktur Pasif di Nigeria” pada Catatan Topik 2.2.)

Pada tingkat carriage, konvergensi jaringan dikaitkan dengan transformasi dari sirkuit berbasis public switched digital telecommunication networks (PSTN) ke packet-switched network menggunakan Internet Protocol (IP) dan dikenal sebagai next-generation networks (NGNs). Baik PSTN dan NGN terdiri dari saluran telepon, kabel serat optik, sambungan gelombang mikro, jaringan seluler, satelit komunikasi, dan kabel telepon bawah laut.

KOTAK 2.3: Menyeimbangkan Kualitas dan Layanan dalam Mencapai Wilayah Pedesaan: Backhaul Fixed-line versus Wireless

Meskipun nirkabel diterima sebagai pilihan ekonomis untuk menghadirkan konektivitas “last mile”, lalu lintas backhaul biasanya dilakukan melalui jaringan serat optik karena kapasitasnya yang tinggi. Konektivitas sering terbatasi oleh penetrasi terbatas backhaul fixed-line. Penyampaian konektivitas ke daerah pedesaan yang kekurangan backhaul fixed-line mungkin memunculkan kekhawatiran; tentang akses TIK, kualitas koneksi, dan biaya serta penundaan dalam meluncurkan jaringan tetap dan infrastruktur pendukung.

Manfaat teknologi backhaul nirkabel patut dipertimbangkan dalam kasus tersebut. Backhaul nirkabel semakin diakui sebagai pilihan untuk melawan biaya tinggi dalam penyediaan konektivitas pedesaan secara fixed-line. Solusi backhaul nirkabel dapat berbentuk jembatan nirkabel point-to-point atau point-to-multipoint atau jaringan mesh. Teknologi ini dapat menggunakan tautan gelombang mikro berlisensi atau tidak berlisensi (lihat Penggunaan Nirkabel Tanpa Lisensi).

Dengan kecepatan transfer mulai dari serendah 10 Mbps hingga GigE full duplex (dengan nirkabel gigabit), link microwave berlisensi atau bridge nirkabel dapat menyediakan kapasitas yang cukup untuk aplikasi pedesaan. Karena kompatibel dengan standar ponsel (GSM, CDMA), standar WiMAX menawarkan kesempatan untuk meluncurkan backhaul pedesaan nirkabel yang terjangkau. Para pendukung teknologi optimis dengan potensinya untuk menghubungkan base station lokasi tetap nirkabel ke jaringan inti.

Catatan: Mbps = megabit per second; GigE = Gigabit Ethernet; GSM = Global System for Mobile Communication; CMDA = Code Division Multiple Access (CDMA) 2000, standar antarmuka udara nirkabel; WiMAX = Worldwide Interoperability for Microwave Access.

Perbedaan antara dua jenis jaringan terletak pada mekanisme switching-nya. Pada circuit switching, koneksi dibuat pada jalur komunikasi yang telah ditentukan, peruntukan sepenuhnya (dedicated), dan eksklusif untuk keseluruhan sesi komunikasi. Akibatnya, konektivitas PSTN mahal. Dalam protokol packet-switching, seperti IP, data yang dikomunikasikan dipecah menjadi paket berurutan, yang masing-masing dikirim ke tempat tujuan melalui jalur independen, dan kemudian paket-paketnya dipasang kembali. Dalam packet-switching, potensi kemacetan, packet loss, dan penundaan (delay) bisa merusak kualitas koneksi. Perbandingan antara layanan telepon fixed-line tradisional dan voice over IP (VoIP) jelas menunjukkan perbedaan antara kedua jenis jaringan tersebut. NGN benar-benar memisahkan lapisan transport (switch) packet-switched dan lapisan layanan, memungkinkan infrastruktur carriage fixed-line yang tersedia untuk digunakan secara efisien untuk layanan apapun.

Backbone Domestik dan Konektivitas Backhaul Pedesaan

Seiring permintaan pengguna akhir akan bandwidth tambahan tumbuh, backbone domestik yang tidak mencukupi dapat menimbulkan tantangan besar bagi peluncuran layanan broadband fixed-line. Di sektor mobile, kapasitas backhaul yang tidak mencukupi menjadi keterbatasan, terutama dengan meningkatnya penggunaan data 3G pedesaan.

Intervensi pemerintah untuk mendukung solusi backhaul pedesaan mencakup pengenalan mekanisme pendanaan publik-swasta (seperti di Korea dan Chile; lihat kotak 2.4), subsidi konstruksi (seperti di Kanada), dan peluncuran jaringan serat optik yang menghubungkan institusi publik (Rossotto dkk., 2010). Regulasi pelengkap dapat digunakan untuk memastikan kondisi persaingan dalam penyediaan tulang punggung domestik dan backhaul pedesaan.

Alat kebijakan untuk mendukung peluncuran backbone dalam negeri dan konektivitas backhaul pedesaan mencakup 1) pembagian infrastruktur, 2) pemisahan fungsional, dan 3) pembatasan kepemilikan silang, yang memungkinkan kompetisi inter-platform (Dartey 2009).

  1. “Pembagian infrastruktur” adalah mekanisme untuk mengurangi pengeluaran barang modal dan pengeluaran operasional. Pembagian infrastruktur pasif terdiri dari pesaing yang berbagi lokasi. Pembagian infrastruktur aktif terdiri dari berbagi base station jaringan, baik domain circuit-switched dan packet-oriented, pusat switching layanan mobile, titik dukungan GPRS, dan sebagainya.
  2. Dalam “pemisahan fungsional”, operator diharuskan membentuk divisi terpisah untuk mengelola layanan fixed-line dan menyediakan layanan grosir kepada pesaing ritel.
  3. Pembatasan kepemilikan silang mencegah operator, seperti operator telefon, untuk mengendalikan infrastruktur jaringan kompetitif, seperti jaringan televisi kabel. Misalnya, pembatasan dapat ditempatkan pada kontrol simultan infrastruktur jaringan telephony dan televisi kabel di wilayah tertentu.

Konektivitas Loop-Lokal atau “Last Mile”

Penyampaian akses jaringan di “mil terakhir” adalah elemen penyebaran di desa yang paling mahal dan menantang. Pilihan teknologi untuk menghadirkan konektivitas broadband loop-lokal berkabel mencakup peluncuran xDSL (1), kabel, dan fiber ke infrastruktur rumah. Pilihan nirkabel mencakup peluncuran infrastruktur mobile (2G, 3G, 4G) (2), nirkabel pita lebar (WiMAX, Wi-Fi, WLAN) (3), dan infrastruktur satelit very small aperture terminal (VSAT). Dalam standar nirkabel berbasis seluler (mobile), semua pengguna terhubung ke satu base station, dan lebar pita transmisi harus dibagi di antara semua pengguna di area cakupan sel.

  1. xDSL mengacu pada semua teknologi digital subscriber line (DSL).
  2. 2G mobile wireless memiliki fungsi dasar: voice and short messaging service (SMS); 3G memiliki fungsi lanjutan: layanan radio paket umum; dan 4G memiliki fungsi pita lebar broadband: evolusi jangka panjang (LTE).
  3. WiMAX (worldwide interoperability for microwave access); Wi-Fi (wirelessly connecting electronic device); WLAN (wireless local area network).

Dalam jarak dekat, transmisi nirkabel pita lebar memungkinkan kecepatan data yang relatif tinggi – ratusan megabit (Mbps) ke beberapa gigabit (Gbps) – namun layanan dengan kualitas tinggi tidak dapat diperoleh dengan standar mobile yang ada. Sebaliknya, teknologi mobile memiliki keunggulan kehandalan dalam jangkauan akses yang lebih besar. Solusi point-to-multipoint, yang menggabungkan terminal VSAT dengan akses lokal nirkabel pita lebar, semakin memungkinkan dan menjanjikan. Tidak seperti konektivitas berbasis seluler, konektivitas satelit tidak mendistribusikan bandwidth yang tersedia di antara pengguna; Sebagai gantinya, setiap pengguna terhubung secara independen, sehingga solusi satelit dapat menawarkan kualitas layanan yang lebih baik. Karena kepadatan infrastruktur kabel yang rendah, dikombinasikan dengan backbone serat domestik yang terbatas di negara-negara berkembang, membuat nirkabel sebagai pilihan praktis untuk konektivitas di daerah pedesaan, terlepas dari keterbatasan yang dipaksakan pada pengguna dengan berbagi kapasitas.

KOTAK 2.4: Kebijakan TIK untuk Konektivitas dan Pertumbuhan Ekonomi Chile

Chile menganggap kebijakan TIK sebagai alat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Pemerintah telah memperkenalkan kebijakan yang menangani baik penawaran dan permintaan TIK. Kebijakan ini lebih dari sekedar infrastruktur dan memasukkan program e-literacy, e-government, dan ICT difusion.

Kebijakan TIK Chile secara konsisten membedakan antara domain swasta dan publik dan terutama mengandalkan kekuatan pasar untuk mendikte perkembangan sektor telekomunikasi. Misalnya, pasar broadband di Chile memiliki kompetisi inter-platform tingkat tinggi: Beberapa operator menawarkan layanan broadband yang bersaing melalui jaringan yang berbeda. Keterlibatan pemerintah terbatas pada kasus di mana kekuatan pasar saja gagal memberikan insentif bagi pertumbuhan di sektor ini.

Mulai tahun 2002, misalnya, investasi pemerintah berfokus pada peningkatan konektivitas sekolah pedesaan, pengembangan infrastruktur fiber backbone, dan melatih orang-orang di daerah terpencil dalam keterampilan komputer. Pada tahun 2008, pemerintah memulai sebuah proyek yang lebih ambisius untuk memperluas konektivitas minimal 1 megabit per detik menjadi 92 persen dari populasi dan mengintensifkan penggunaan TIK di bidang pertanian dan pariwisata.

Calon untuk pelaksana proyek ini dipilih melalui reverse auction. Pemerintah Chile berpartisipasi dengan menawarkan subsidi sebesar US $ 70 juta dan spektrum pada pita 3,5 gigahertz. Dana Layanan Universal/ Chilean Universal Access dipuji atas prestasinya. Antara tahun 1994 dan 2002, dengan menyediakan telepon umum kepada lebih dari 6.000 lokasi di pedesaan, dana tersebut mengurangi jumlah penduduk yang tinggal tanpa akses terhadap komunikasi suara dasar dari 15 persen menjadi 1 persen.

Subsidi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini bernilai kurang dari 0,3 persen dari pendapatan sektor telekomunikasi selama periode yang sama. Kesempatan bagi operator lama dan baru untuk menggunakan infrastruktur telepon umum bersubsidi untuk menyediakan saluran telepon individual dan layanan bernilai tambah (voice mail, akses Internet, dan sebagainya) adalah kunci kesuksesan.

Tingkat inter-koneksi dengan biaya akses yang mampu melampaui 40 persen pendapatan usaha pedesaan merupakan kunci keberhasilan komersial lainnya.

Sumber: Mulas 2010; Wellenius 2002.

Seperti yang dibahas pada diskusi ini, menemukan solusi jaringan yang dapat memastikan TIK terjangkau di daerah pedesaan dapat menjadi proses yang inovatif, menantang, dan melelahkan. Pilihannya tergantung pada ketersediaan teknologi, backhaul pedesaan, dan infrastruktur pelengkap. Hal ini juga tergantung pada fleksibilitas dan daya tanggap kerangka regulasi terhadap kendala dan peluang teknologi yang ada.

Kebijakan terkait pengembangan infrastruktur nirkabel pedesaan memerlukan kajian cermat tentang trade-off antara keterjangkauan dan kegunaan. Pembuat kebijakan harus menentukan di mana letak nilai (dalam hal kegunaan) dalam pengembangan infrastruktur.

Kebijakan regulasi harus mempertimbangkan trade-off antara jangkauan, kecepatan, frekuensi, dan transmisi. Sebagai contoh, pilihan untuk menggunakan teknologi dengan daya transmisi rendah dapat menyebabkan; di satu sisi, peningkatan yang besar dalam bandwidth yang tersedia per pengguna, namun di sisi lain, mungkin diperlukan garis pandang langsung antara antena dan pengguna. Akibatnya, jumlah titik akses yang diperlukan untuk mencakup area yang tetap, dan oleh karena itu pengeluaran modal yang dibutuhkan, akan meningkat secara signifikan.

Beberapa parameter teknologi utama harus dipertimbangkan dalam keputusan tentang perluasan konektivitas pedesaan dan pilihan mekanisme pengiriman teknologi. Termasuk ketersediaan spektrum frekuensi, jumlah base station yang diperlukan untuk mencakup area dengan ukuran tertentu dengan frekuensi operasi tetap, kecepatan koneksi yang dapat dicapai, tingkat transmisi data, dan kecepatan downlink dan uplink.

Mengingat kompleksitas keputusan semacam itu, peran lingkungan regulasi adalah memperluas seperangkat pilihan teknologi yang layak. Fleksibilitas dalam mengizinkan pemakaian frekuensi operasional yang berlisensi dan tidak berlisensi dapat disarankan. Wellenius (2002) menjelaskan bagaimana Chile mengidentifikasi solusi hemat biaya untuk mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan daerah terpencil dalam akses terhadap teknologi komunikasi dasar.

KOTAK 2.5: Pelajaran dari Pengalaman Afrika Selatan dalam Migrasi ke Televisi Digital

Afrika Selatan mengembangkan strategi migrasi digital untuk merangsang pertumbuhan sektor manufaktur elektroniknya. Strategi ini adalah tanggal peralihan mulainya digital pada tahun 2008 dan tanggal berakhirnya analog pada akhir tahun 2011.

Pengurangan biaya penyiaran analog dan digital simultan (€ 750 juta selama tiga tahun) dianggap sebagai keuntungan kuat dari rencana migrasi tiga tahun yang ambisius. Biaya lain yang diperkirakan mencakup € 800 juta untuk peluncuran digital, serta € 2,5-3,5 miliar untuk subsidi kepada produsen lokal yang memproduksi kotak set-top digital.

Pada awal 2011, menteri komunikasi Afrika Selatan mengumumkan bahwa peralihan dari analog akan ditunda sampai 31 Desember 2013. Pengamat telah mengajukan pertanyaan tentang kepraktisan rencana tersebut dan bahkan tanggal yang ditunda.

Pelajarannya adalah bahwa biaya tertentu dari rencana peralihan harus diseimbangkan dengan manfaat tidak pastinya, termasuk tidak jelasnya permintaan spektrum telekomunikasi yang dikeluarkan dan layanan TV digital tambahan.

Berdasarkan Pham 2009; Armstrong dan Collins 2011; dan Pemerintah Afrika Selatan, “Pernyataan Menteri Komunikasi,” 14 Januari 2011 (https://www.doc.gov.za/index.php?option=com_content&view=article&id=478:statementby-the-honorable-minister-of-communications-mr-radhakrishna-lpadayachie-roy-on-progress-made-with-regards-to-the-digital-migrationprocess&catid=88:press-releases, diakses Juli 2011).

“Dividen digital” telah banyak dipuji sebagai solusi untuk ketidak setaraan kota-desa dalam akses TIK digital. “Dividen digital” adalah pengalokasian ulang frekuensi operasional yang tersedia setelah beralih dari siaran televisi analog ke digital. Perjanjian Jenewa 2006 menetapkan tanggal 17 Juni 2015 sebagai tanggal akhir untuk melindungi frekuensi transmisi televisi analog yang dialokasikan saat ini. Spektrum dividen digital ditentukan antara 200 megahertz (MHz) dan 1 gigahertz (GHz).

Hal ini menawarkan kombinasi kapasitas transmisi dan jangkauan jarak yang kondusif bagi perluasan infrastruktur nirkabel pita lebar di pedesaan. Dengan menggunakan spektrum ini, beberapa stasiun dapat mentransmisikan dengan daya tinggi, sehingga memberikan jangkauan internet ke daerah pedesaan yang luas dimana populasi rendah dan permintaan juga jarang. Keuntungannya adalah rendahnya belanja modal yang dibutuhkan; Kelemahannya adalah bandwidth rendah bagi pengguna individual. Proses ini diterima sebagai hal yang tak bisa dihindari, namun ini memberi peluang bagi pengelolaan spektrum yang efisien di daerah pedesaan.

Bagaimana cara mengalokasikan kembali frekuensi dividen digital secara efisien, tetap terbuka untuk diperdebatkan. Beberapa orang menganjurkan pengalokasian ulang frekuensi transmisi analog ke operator multinasional, tanpa membebankan investasi infrastruktur pedesaan terkait dengan investasi infrastruktur perkotaan (Picot et al., 2010). Lainnya mengusulkan pengalokasian frekuensi dividen digital untuk komunikasi jarak dekat. Pengalaman berbagai negara dengan perpindahan ke televisi digital sangat bervariasi dan sulit untuk dievaluasi, karena prosesnya masih berlangsung (kotak 2.5 contoh dari Afrika Selatan).

Beberapa pengamat (Nedevschi dkk., 2010) telah mempertimbangkan solusi CDMA450 untuk masalah konektivitas pedesaan (digunakan untuk tujuan ini di Kazakhstan; lihat kotak 2.6). CDMA450 adalah teknologi seluler berbasis standar CDMA2000, dengan frekuensi operasi 450 MHz. Teknologi ini menggunakan antarmuka udara yang sama dengan CDMA2000 namun beroperasi pada frekuensi yang lebih rendah dan mampu menawarkan sekumpulan konektivitas suara dan data berkecepatan tinggi dengan jangkauan jarak yang lebih besar, sehingga menyiratkan biaya modal yang lebih rendah.

Pada kondisi pedesaan, CDMA450 memiliki jangkauan hingga 50 kilometer. Karena proses yang dikenal sebagai “pernapasan sel,”, rentang tersebut tidak dapat dicapai pada beban sel yang mendekati kapasitas seluler. CDMA450 tampaknya paling sesuai untuk penyebaran perkotaan-pedesaan campuran, di mana penempatan perkotaan terpusat pada kapasitas dan penempatan pedesaan terpusat pada cakupan. Kelemahan lain dari CDMA450 adalah antena besar yang diperlukan untuk memungkinkan cakupan yang diperluas untuk mengisi permintaan pedesaan yang rendah. Keterbatasan utama solusi CDMA450 adalah kelangkaan perangkat mobile yang bisa menggunakan frekuensi 450 MHz (mayoritas beroperasi pada 900-1800 MHz).

Peralatan TIK Pedesaan

Dari perspektif pengguna, konvergensi perangkat memiliki dua aspek utama. Pertama, pengguna dapat mengakses konten dalam berbagai format (audio, data, data lokasi, gambar, peta, teks) dan dengan sifat dinamis yang berbeda (*), diproduksi oleh penulis yang berbeda, pada perangkat yang sama. Kedua, pengguna dapat memanfaatkan berbagai opsi (radio, GSM, Wi-Fi, Bluetooth, satelit) untuk mengakses konten tersebut.

* Seperti konten “online” dan “offline“; Konten “online” adalah: dikomunikasikan namun tidak direkam atau dapat digunakan kembali (seperti siaran radio), sedangkan konten “offline” adalah: dicatat dan dapat digunakan kembali, setelah dikomunikasikan (seperti podcast audio, pesan SMS, atau pesan suara).

KOTAK 2.6: Teknologi CDMA450 Menghubungkan Pedesaan Kazakhstan

Kazakhtelecom, operator telekomunikasi terbesar di Kazakhstan, memperkenalkan teknologi CDMA450 di daerah pedesaan di utara. Base station CDMA450 merentang 25 – 35 kilometer dan dapat melayani hingga 1.000 pelanggan. Proyek yang dimulai pada tahun 2008 ini telah memasang 399 base station pada tahun 2010, yang menyediakan konektivitas ke sekitar 1.800 permukiman pedesaan.

Proyek ini dimaksudkan untuk menggelar 900 stasiun pangkalan di seluruh negeri pada tahun 2013, yang memungkinkan layanan akses suara dan Internet pada kecepatan hingga 3,1 Mbps.

Berdasarkan “Implementasi CDMA-450 di Kazakhstan Utara,” 5 Agustus 2009, Cellular News (http://www.cellularnews.com/story/38960.php, diakses July 2011) dan “Base stations WLL CDMA cover about 80% rural settlements in Kyzylorda oblast,” Kazakhtelecom press release (http://www.telecom.kz/?muin=1240831664&mchapter=1272548824&lang=eng&n_date=2010-0429&act=archive, diakses July 2011).

Evolusi peralatan di pasar ponsel menggambarkan dua tren ini. Pembahasan berikut berfokus pada perangkat portabel yang mendukung beberapa fungsi atau beberapa pilihan konektivitas, karena sebagian besar peralatan TIK tersedia di dunia saat ini.

Perangkat portabel, termasuk namun tidak terbatas pada ponsel, mulai memungkinkan pengguna memiliki fleksibilitas mode ganda (atau banyak). Misalnya, konektivitas ganda (Wi-Fi/GSM dan Bluetooth/GSM) memungkinkan ponsel melakukan VoIP dan telepon seluler standar. Perangkat telepon khusus dapat memproses panggilan telepon VoIP menggunakan Session Initiation Protocol, serta panggilan telepon biasa menggunakan sinyal analog. Keuntungan dalam daya pemrosesan perangkat ini memungkinkan fungsi dengan persyaratan teknologi yang lebih tinggi untuk bekerja pada perangkat yang lebih kecil (smartphone kelas atas dan peralatan Netbook). Sebaliknya, perangkat stasioner yang lebih besar dan tebal seperti komputer desktop telah berevolusi secara fungsionalitas yang tadinya dikaitkan dengan perangkat portabel, seperti telepon VoIP dan siaran radio dan TV on-demand.

Di antara pengguna pedesaan di negara berkembang, trennya adalah beralih dari ponsel dengan kemampuan suara dan pesan teks dasar menjadi ponsel berfitur. Ponsel berfitur adalah ponsel low-end yang mengakses berbagai format media selain menawarkan fungsi dasar suara dan SMS, menggabungkan fungsionalitas beberapa perangkat TIK yang juga tersedia sebagai peralatan mandiri. Konsumen pedesaan lebih suka perangkat gabungan karena keterjangkauannya. Fitur yang diapresiasi oleh konsumen di negara berkembang antara lain kamera digital, perekam suara, senter, radio, dan MP3 player. Bluetooth dan layanan radio paket umum (GPRS) adalah pilihan konektivitas yang paling banyak tersedia selain GSM. Produsen ponsel China cenderung berada di garis depan dalam membuat perangkat yang sangat terjangkau dan selaras dengan kebutuhan pengguna pedesaan di negara-negara berkembang (kotak 2.7).

Permintaan akan fitur cenderung bervariasi tergantung pada ketersediaan layanan pedesaan pelengkap. Misalnya, radio adalah fitur yang sangat umum ditargetkan di pasar pedesaan, karena pentingnya siaran radio tradisional di daerah pedesaan. Meskipun demikian, pilihan perangkat radio oleh penduduk pedesaan sangat ditentukan oleh ketersediaan listrik. Fitur radio ponsel cenderung mengkonsumsi baterai perangkat cukup cepat. Penduduk pedesaan di luar jaringan listrik merasakan fitur ini tidak ekonomis, karena biaya pengisian ulang yang diminta oleh pengusaha lokal terlalu mahal. Penduduk pedesaan di lokasi-lokasi di luar jaringan listrik di Ghana melaporkan membayar 0,50 cedis per pengisian, sebanding dengan harga satu kilogram pisang raja atau jeruk. Di daerah pertanian seperti di utara Ghana, peralatan pengisian daya berdaya matahari dan angin memiliki masalah ketahanan dan perawatan. (walaupun terlihat berguna di tempat lain; lihat Contoh Kasus “Komunitas Petani Menguntungkan IFFCO Kisan Sanchar Limited” pada Catatan Topik 2.4). Sebagai perbandingan, radio tradisional bertenaga baterai, nampaknya menjadi pilihan yang lebih terjangkau dalam kondisi ini.

Layanan TIK di Pedesaan

Layanan memerlukan lebih dari sekedar akses ke perangkat keras; mereka mencakup akses yang terjangkau ke konten pedesaan yang relevan secara lokal melalui penyedia konektivitas, pembuat konten dan penyebar informasi, perantara informasi, fasilitator sosial, pendidik literasi informasi, dan jalur pemerintahan yang mengarahkan kinerja layanan ini (Lihat pembahasan sebelumnya tentang sifat akses berlapis (“Konsep Akses”) dan Access Rainbow Framework). Kepedulian terhadap konten pedesaan secara tradisional adalah hal asing bagi kebijakan publik yang ditujukan sebagai layanan universal dan akses universal, namun konvergensi media massa dan sektor telekomunikasi, serta munculnya masyarakat informasi, membuat kepedulian semacam itu semakin menonjol dan penting untuk memulai siklus adopsi dan penggunaan ICT yang baik di wilayah pedesaan. Penyampaian layanan pertanian berbasis konten dibahas pada Catatan Topik 2.4.

KOTAK 2.7: Ponsel Berfitur Menarik Pengguna Pedesaan di China dan di Luar China

Produsen ponsel China terkonsentrasi di kota Shenzhen, Provinsi Guangdong. Mereka, dan juga produk mereka, telah dikenal sebagai shanzhai.a Setidaknya ada dua fitur inovatif yang terkait dengan perangkat shanzhai yang memiliki relevansi yang lebih luas dengan penggunaan konsumen pedesaan, dan preferensi untuk perangkat di negara-negara berkembang.

Fitur pertama adalah memungkinkan pengguna menyimpan beberapa kartu SIM (fisik) di dalam perangkat, yang memungkinkan mereka beralih di antara operator tanpa harus melakukan boot ulang perangkat. Fitur ini merespons sensitivitas harga konsumen pedesaan di negara-negara berkembang, yang beralih di antara operator untuk memanfaatkan tingkat biaya tujuan panggilan mereka.

Karena pilihan operator jaringan seluler bisa dibatasi di daerah pedesaan, konsumen memiliki insentif yang kuat untuk memanfaatkan peluang penghematan biaya bila ada. Inovasi berbasis permintaan ini tidak menembus produk produsen ponsel populer, yang enggan melemahkan model bisnis operatorjaringan seluler di seluruh dunia.

Konsumen yang tidak sanggup membeli perangkat ini bisa mendapat hasil yang sama melalui layanan peretasan jalanan yang menawarkan perangkat lunak untuk mengkonfigurasi 6 sampai 16 identitas kartu SIM pada satu kartu SIM fisik, yang memungkinkan pengguna ponsel yang tidak terkunci beralih dengan mudah ke antara operator.

Fitur kedua perangkat dari produsen ponsel China (relevan dengan konvergensi di sektor “infokom”) adalah penambahan penerima televisi analog. Fitur ini ditemukan di ponsel dengan layar LCD besar seperti smartphone.

Fitur di perangkat ini menggambarkan cara-cara yang dapat dipilih oleh industri telepon seluler global untuk merespons tuntutan dan hambatan konsumen pedesaan – namun belum dilakukan. Preferensi konsumen pedesaan di negara-negara berkembang untuk akses ke televisi lebih daripada radio sudah terbentuk namun dibatasi oleh akses yang buruk ke jaringan listrik.

Tidak seperti penerima radio khusus, perangkat televisi tidak berevolusi untuk beroperasi dengan kekuatan baterai sel kering saja, dan perangkat telepon seluler dengan fungsi televisi analog merupakan pilihan eksklusif untuk populasi pedesaan. Mengingat bahwa televisi tetap menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan penyuluhan pertanian, kurangnya dukungan untuk fitur inovatif ini dan yang diperkenalkan oleh produsen telepon China merupakan peluang yang terlewatkan dalam komunikasi pedesaan.

Sumber: Chipchase 2010; Abbey-Mensah 2001.
(a) Shanzhai menandakan imitasi dan merek bajakan dan barang bajakan, terutama barang elektronik (https://en.wikipedia.org/wiki/Shanzhai, diakses Juli 2011).

Layer layanan mencerminkan sinergi (atau kekurangan) di antara infrastruktur jaringan, modalitas koneksi, perangkat akses, dan konten. Dinamika pasar konten di seluruh dunia mengarah pada model bisnis komunikasi tradisional yang sekarat, yang berpusat pada tarif yang yang dikaitkan dengan waktu penggunaan, jumlah data yang ditransfer, atau jarak komunikasi yang tercakup.

Model seperti itu semakin digantikan oleh model langganan yang lebih fleksibel dan model yang berpusat pada interaksi dan transaksi yang terjadi, dibayar melalui micro-payment. Di negara-negara berkembang, di mana konsumen lebih sensitif terhadap harga dan kurang bersedia membayar, tren menuju micro-payments menimbulkan tantangan besar bagi penyedia layanan konten dan penyedia nilai tambah. Tantangan ini ditambah dengan keberhasilan marjinal upaya pemerintah dan donor untuk menyediakan layanan pedesaan berbasis konten di negara-negara berkembang.

Secara tradisional, layanan informasi pedesaan berfokus pada penyediaan konten siaran (“push“), seperti program radio pedesaan, namun perangkat seluler di mana-mana memungkinkan pengumpulan dan berbagi (“pull”) sumber daya pedesaan pedesaan. Kehadiran teknologi mobile sebagai alat authoring (pembuatan konten) di daerah pedesaan menyajikan kesempatan yang belum dimanfaatkan untuk melibatkan pengguna pedesaan dalam pembuatan konten, sehingga meningkatkan permintaan akan infrastruktur pedesaan yang ada.

Perangkat mobile, yang dikombinasikan dengan teknologi penyiaran seperti radio, memungkinkan penduduk pedesaan untuk berpartisipasi dalam wacana publik dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam mengkaji kebutuhan komunikasi dan media di tingkat masyarakat di Ghana, (Dartey 2009) menunjukkan bahwa program radio call-in sangat populer. Program semacam itu memungkinkan orang Ghana untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai isu-isu yang menjadi perhatian lokal.

Layanan Seluler di Pedesaan Afrika Selatan
Gambar 2.5: Layanan Seluler di Pedesaan Afrika Selatan

Penyediaan layanan berbasis (Information and Communication Technology (ICT) pedesaan di negara berkembang memiliki beberapa karakteristik yang dapat dilihat. Salah satu sifat model bisnis yang sukses ditemukan pada tingkat literasi/fasilitasi sosial dari Access Rainbow Framework. Model bisnis yang sukses berhasil memanfaatkan jejaring sosial dan nilai sosial (UNDP 2008). Melibatkan penduduk pedesaan sebagai individu dan bukan sebagai penerima manfaat tampaknya penting dalam menyampaikan proposisi nilai. Membiarkan warga pedesaan menjadi pelatih, untuk memfasilitasi akses terhadap konten, dan untuk memberikan dukungan dan pemeliharaan lokal tampaknya merupakan strategi bisnis yang sukses untuk menyampaikan layanan pedesaan (gambar 2.5).

Meskipun difusi ponsel pribadi telah mengikis logika bisnis untuk model bisnis yang sebelumnya berjalan dengan baik seperti Grameen Village Phone (telepon umum GSM yang dioperasikan pemilik) (Futch and McIntosh 2009), pentingnya nilai sosial tetap menjadi komponen pembangun utama model bisnis yang ditujukan untuk menghasilkan layanan berbasis TIK pedesaan.

Sejak berubahnya struktur harga dalam beberapa tahun terakhir, telepon umum menjadi kurang menguntungkan sebagai aset bisnis. Meski begitu, sifat impersonal dari telepon umum sangat berperan dalam mengatasi kekhawatiran terkait akses yang setara. Dari sudut pandang penyediaan layanan publik, akses yang setara ke telepon umum selalu penting, terutama bagi wanita yang tidak dapat membeli telepon mereka sendiri atau tidak diizinkan untuk menggunakan telepon pribadi anggota keluarga (Burrell 2010). Penggunaan bersama dan kolaboratif ponsel pribadi dapat meningkatkan hubungan sosial namun juga dapat memperkuat ketidaksetaraan sosial.

KOTAK 2.8: Campuran Blending MXit dan Konten Praktis di Afrika Selatan

Didirikan pada tahun 2003, MXit adalah media mobile perintis dan perusahaan jejaring sosial yang berbasis di Afrika Selatan. Awalnya masalah dan penyebab masyarakat membentuk fokus yang kuat untuk jaringan yang difasilitasinya. Selanjutnya diperluas untuk mencakup hiburan (download musik, game multipemain, polling TV), kencan, iklan baris, pendidikan, konseling (narkoba, helpline pemuda), dan mobile banking.

Produk MXit utama adalah perangkat lunak yang memungkinkan pengguna ponsel menggunakan pesan instan untuk berpartisipasi dalam forum komunitas mengenai topik yang berbeda. Perangkat lunak ini bisa dipasang secara gratis, dan tidak ada langganan dan tidak ada biaya untuk pesan.

Dengan menggunakan konektivitas berbasis IP (GPRS, 3G), MXit memungkinkan pesan instan dengan biaya per karakter ratusan kali lebih kecil daripada biaya pesan SMS yang setara. Biaya ini tercakup dalam pendapatan dari iklan (wallpaper, promosi, portal merek) dan penjualan konten (skinz, music, classifieds).

Sumber: Chigona dkk. 2009; Prows 2009; Ramachandran 2009.

Kecenderungan lain yang perlu dicatat adalah divergensi fokus dan target layanan informasi berbasis on-demand pedesaan relatif terhadap layanan berbasis supply. Inovasi layanan yang berfokus pada konten cenderung merespons kebutuhan lokal di dalam domain hiburan, jejaring sosial, permainan, dan musik.

Jika dikelola dengan hati-hati, layanan semacam itu bisa menjadi pendorong yang baik dari penggunaan TIK untuk layanan berbasis permintaan di bidang pendidikan, kesadaran masyarakat, kesehatan, dan pertanian. Memperkenalkan konten populer adalah cara untuk menarik dan mempertahankan pengguna. Begitu basis pengguna didirikan, ada ruang untuk mengenalkan konten yang lebih praktis, seperti mobile banking (kotak 2.8).

Saat ini, model berlangganan prabayar nampaknya merupakan mode operasional standar untuk menyediakan layanan di pasar negara berkembang. Namun seperti yang ditunjukkan Catatan Topik 2.4, strategi ini mungkin tidak praktis bagi penyedia konten pedesaan, mengingat risiko yang terlibat dalam perpanjangan langganan dan biaya tetap yang tinggi untuk menghasilkan konten pedesaan yang relevan.

Referensi dan Bacaan Lebih Lanjut

  • Abbey-Mensah, S. 2001. “Rural Broadcasting in Ghana.” Presented at the International Workshop on Farm Radio Broadcasting, February 19, FAO, Rome. http://www.fao.org/docrep/003/x6721e/x6721e12.htm, accessed July 2011.
  • Armstrong, C., and R. Collins. 2011. “Digital Turmoil for South African TV.” International Journal of Digital Television 2 (1):7–29.
  • Burrell, J. 2010. “Evaluating Shared Access: Social Equality and the Circulation of Mobile Phones in Rural Uganda.” Journal of Computer-Mediated Communication 15:230–50.
  • Buys, P., S. Dasgupta, T. S. Thomas, and D. Wheeler. 2009. “Determinants of a Digital Divide in Sub-Saharan Africa: A Spatial Econometric Analysis of Cell Phone Coverage.” World Development 37(9):1494–1505.
  • Chigona, W., A. Chigona, B. Ngqokelela, and S. Mpofu. 2009. “MXIT: Uses, Perceptions, and Self-justifications.” Journal of Information, Information Technology, and Organizations 4: 1–16.
  • Chipchase, J. 2010. “Mobile Banking Uptake: Sim Card vs. Phone. Ownership vs. Use.” CGAP technology blog, July 14. http://technology.cgap.org/2010/07/14/mobile-banking-uptake-simcard-vs-phone-ownership-vs-use/, accessed July 2011.
  • Dartey, D. Y. 2009. “Communication for Empowerment in Ghana: An Assessment of Communication and Media Needs at the Community Level.” Accra: United Nations Development Programme.
  • Futch, M., and C. McIntosh. 2009. “Tracking the Introduction of the Village Phone Product in Rwanda.” Information Technologies and International Development 5(3):54–81.
  • ITU (International Telecommunication Union). 2010. Measuring the Information Society. Geneva.
  • Mulas, V. 2010. “Broadband in Chile.” In Strategic Options for Broadband Development, edited by C. M. Rossotto, T. Kelly, N. Halewood, and V. Mulas. Global Information and Communication Technology (GICT), Ministry of Communication and Information Technology (MoCT), Arab Republic of Egypt, National Telecommunications Regulatory Authority (NTRA). Pp. 121–47. Washington, DC. Processed.
  • Nedevschi, S., S. Surana, B. Du, R. Patra, E. Brewer, and V. Stan. 2010. “Potential of CDMA450 for Rural Network Connectivity.” Electrical Engineering and Computer Science, UC Berkeley, http://tier.cs.berkeley.edu/docs/wireless/cdma450.pdf, accessed July 2011.
  • Pham, N. H. 2009. “Digital Switchover Strategies Challenge and Lessons Learned.” Presented at ITU BDT Seminar, Transition from Analogue to Digital Broadcasting: Correlation between Technical, Economic and Social Costs and Advantage, June 16–18, Saransk, Russian Federation. ITU, https://www.itu.int/ITU-D/tech/digital_broadcasting/SaranskJune2009/Presentations/Day2/Saransk_June2009_Day2_3.pdf, accessed July 2011.
  • Picot, A., F. Jondral, J. Elsner, and N. Grove. 2010. “Why the Digital Dividend will not close the Digital Divide.” Presented at the 4th International Conference on Economics and Management of Networks, Sarajevo, September 3–5.
  • Prows, B. 2009. “Mobile Social Networks with Herman Heunis of MXit.” MobileBeyond blog, August 26, http://mobilebeyond.net/mobile-communications-and-communities-in-south-africa-mxitsherman-heunis/, accessed August 2011.
  • Ramachandran, S. 2009. “MXit Mixes Mobile Networks with Social Conscience.” Business Week, August 20, http://www.businessweek.com/technology/content/aug2009/tc20090820_ 669558.htm, accessed August 2011.
  • Rossotto, C. M., T. Kelly, N. Halewood, and Victor Mulas (eds.). 2010. Strategic Options for Broadband Development. Global Information and Communication Technology (GICT), Ministry of Communication and Information Technology (MoCT), Arab Republic of Egypt, National Telecommunications Regulatory Authority (NTRA). Pp. 121–47. Washington, DC. Processed.
  • Sunderland, E. 2007. “Fixed-Mobile Convergence.” Discussion paper for the ITU Global Symposium for Regulators, Dubai World Trade Center, 5–7 February, Dubai.
  • UNDP (United Nations Development Programme). 2008. Creating Value for All: Strategies for Doing Business with the Poor. New York.
  • Wellenius, B. 2002. “Closing the Gap in Access to Rural Communications: Chile 1995–2002.” World Bank Discussion Paper No. 430. Washington, DC: World Bank.