
Memahami dan menangani pembangunan pertanian global – bisa menghasilkan profit sekaligus tidak – sangat penting untuk memperbaiki mata pencaharian petani kecil, di mana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)/Information and Communication Technology (ICT) dapat memainkan peran utama.
Peningkatan globalisasi dan integrasi pasar pangan yang terus berlanjut telah meningkatkan persaingan dan kemajuan di sektor pertanian, dan telah membawa peluang unik untuk melibatkan lebih banyak petani kecil ke dalam rantai pasokan. Meski demikian, pertanian menghadapi berbagai tantangan modern dan serius, terutama di negara-negara berkembang yang selalu terkena fluktuasi harga, perubahan iklim, dan kekurangan infrastruktur terutama di pedesaan.
Ulasan Terkait
- CONTOH/STUDI KASUS ICT PERTANIAN: Ponsel Sebagai Inti Virtual Market Esoko (Afrika)
- CONTOH/STUDI KASUS ICT PERTANIAN: Prakiraan Cuaca dan Resiko Bertani (Turki)
- Manfaat dan Tantangan Telepon Selular dalam Pertanian (Catatan Topik 3.1)
- Dampak Perangkat dan Layanan Mobile pada Agro-Kompleks dan Pembangunan Desa Negara Berkembang
- Penyampaian Konten Untuk Layanan Pertanian Mobile (Catatan Topik 2.4)
Ketika harga komoditas pertanian naik dengan cepat dan tajam, memicu kekhawatiran rawan pangan, kemiskinan yang bertambah, dan konflik – terlebih lagi di negara-negara yang mengimpor sebagian besar makanan pokoknya.
Pasar pangan global juga meningkatkan risiko bahwa beberapa negara dan banyak petani kecil akan tetap terpinggirkan dari rantai nilai pertanian yang lebih menguntungkan (seperti pangan kualitas premium, yang mengalami peningkatan permintaan karena bertumbuhnya populasi kelas menengah) yang mengandalkan kecanggihan teknis dalam rangka menjamin kecepatan, skala, dan kustomisasi.
Perubahan iklim juga berperan besar dalam menahan petani kecil tetap berada di rantai nilai paling bawah. Petani tidak dapat lagi mengandalkan pengalaman masa lalunya ketika semua patokan yang mereka tahu untuk membuat keputusan bertani – musim hujan untuk mulai bertanam, kemungkinan embun beku, durasi interval kemarau yang bisa menghindarkan penyakit tanaman – semakin tidak dapat diandalkan.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan tak terduga semakin mengurangi hasil yang sebelumnya sudah terbatas dan mendorong migrasi dari pedesaan serta berkurangnya lapangan kerja di pedesaan. Peristiwa-peristiwa terkait cuaca (bencana) membuat pemerintah di negara berkembang – yang kekurangan sumber daya dan investasi sektor swasta untuk menyediakan instrumen pengelolaan risiko – hanya mampu mengatasi kegagalan panen utama, dan membantu pengungsi hanya beberapa saat setelah kejadian (jangka pendek).
Kelihatan bahwa dalam konteks globalisasi pertanian kebutuhan akan informasi sangat jelas. Petani kecil, yang memberikan sumbangsih atas pangan dunia, memerlukan informasi untuk memajukan pekerjaan mereka, sama seperti produsen skala industri.
Membandingkan dua jenis petani – industri lawan skala kecil – menunjukkan keterbatasan petani skala kecil. Di mana produsen/petani skala industri yang lebih kaya dapat menggunakan internet, telepon, ramalan cuaca, peralatan digital lainnya, dan teknologi mendasar seperti kendaraan dan infrastruktur penting seperti listrik untuk mengumpulkan informasi harga, pasar, varietas, teknik budidaya, jasa, penyimpanan, dan pemrosesan, Petani kecil tetap bergantung terutama dari informasi mulut ke mulut, pengalaman, dan kepemimpinan lokal.
Keterbatasan petani kecil tidak hanya sampai di situ. Jasa keuangan dan asuransi sering kali tidak terjangkau dan kurang dipahami. Kelembagaan utama seperti asosiasi produsen (kelompok tani) dan institusi pedesaan (termasuk pemerintah daerah) dapat membantu mengurangi kerugian, namun di banyak tempat, kelompok taninya masih kurang berdaya, dan pemerintah daerahnya tidak efisien dan tidak transparan.
Keduanya membutuhkan berbagai dukungan teknis dan finansial untuk tumbuh menjadi inklusif dan efektif. Banyak dari tantangan ini dan yang lainnya dapat diatasi dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT) secara efektif.